Ibadah, dan Hak Orang Lain


Telah datang ke rumah Rasulullah SAW sekelompok sahabat, menanyakan sekaligus melihat tatacara ibadah beliau. Setelah diceritakan sekaligus melihat sendiri, para sahabat merasa ibadah yang sudah mereka lakukan sangat tidak berarti jika dibandingkan dengan ibadah Rasulullah.
Maka berkata mereka: ‘Bagaimana kita ini dibandingkan Rasulullah. Padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosanya yang sudah Ialu dan yang akan datang.’
Lantas seorang di antara mereka bicara : ‘Saya bertekad akan senantiasa shoIat malam dan tidak tidur’. Yang lainnya berucap pula, ‘Saya akan berpuasa terus tanpa jeda’. Sahabat yang lain pun berkata: ‘Saya akan menjauhkan diri dari kaum wamta dan takkan menikah sama sekali’.
Mendengar tekad para sahabat, Kekasih Allah ini pun berkata: ‘Kaliankah yang telah mengucapkan tekad itu? Demi Allah, dari kalian semua, akulah orang yang paling taqwa pada Allah. Aku berpuasa tapi tidak setiap hari. Aku sholat dan aku tidur.
Barang siapa yang enggan mengikuti jejak dan ajaranku, maka mereka itu bukan dari golonganku’.
Kanjeng Nabi seolah bertanya, di mana kalian letakkan hak azasi manusia? Di mana pula kalian tempatkan kasih sayang pada diri sendiri dan orang lain? Ajaran beliau, melindungi fitrah manusia dari semua perbuatan yang akan mengganggu diri dan sanak-keluarganya. Meskipun semua aktivitas di atas itu adalah bagian dari ibadah kepada Allah untuk mendapatkan berbagai keutamaan, tapi dinilai sebagai tindakan berlebih-lebihan dalam beribadah, justru karena melupakan sama sekali hal-hal yang bersifat duniawi, yang menjadi bagian dari kemanusiaan manusia.

Comments