Surat Gajah

Salah satu surat yang paling suka saya baca dalam shalat adalah surat Al-Fiil. Selain karena pendek dan hapalan saya terbatas, ada latar belakang sejarah dan pengalaman pribadi yang begitu membekas dan terus nyangkut di hati saya.
Surat ini bercerita saat pasukan gajah yang dipimpin raja Abrahah, datang menyerang kota Mekkah dan bermaksud menghancurkan Ka’bah, yang kala itu sudah menjadi tempat tujuan ziarah berbagai bangsa di jazirah Arab. Sebelumnya, sang raja sudah membangun sebuah tempat ritual berjuluk Shana’a, sebagai pengganti Ka’bah. Nama surat itu juga dinisbatkan sebagai tahun Gajah, dimana Rasulullah Muhammad SAW lahir. Saat menerangkan tafsir surat pendek ini, guru ngaji saya berkisah, bahwa kota Mekkah sangat mudah ditaklukkan. Sejumlah harta benda milik warga Mekkah pun berpindah-tangan.
Raja Abrahah ternyata punya sedikit tata-krama. Sebelum memerintahkan pasukannya menyerang dan kenghancurkan Ka’bah, dia menemui pemuka Quraisy yang juga kakek Kanjeng Nabi, Abdul Muthalib. Riwayat lain yang pernah saya baca, Abdul Muthalib lah yang menemui Abrahah di kemah peristirahatannya.
Mungkin dalam bayangan Abrahah, sebagai pemuka masyarakat di kota Mekkah, orang yang akan dijumpainya adalah orang yang tegas, keras dan tanpa kompromi akan mempertahankan Ka’bah dan kota Mekkah. Bayangan itu sirna, saat Abrahah mengungkap niatnya untuk menghancurkan Ka’bah. Sama sekali tidak ada perlawanan dari kakek Kanjeng Nabi itu. Yang diminta Abdul Muthalib adalah agar Abrahah mengembalikan harta benda penduduk Mekkah yang dirampas tentaranya, termasuk unta-unta milik pribadinya.
‘Ka’bah bukan milik kami. Pemiliknya lah yang akan membela dan melindunginya dari kehancuran!’ ujar Abdul Muthalib. ‘Kembalikan saja hak milik kami,’ ujarnya. Pemuka Quraisy itu pun pergi meninggalkan sang raja, sambil mengajak kaumnya untuk menjauh dari Ka’bah. Permintaannya pun dipenuhi oleh raja yang congkak itu.
Tak lama kemudian, terjadilah apa yang diceritakan dalam surat Gajah itu. Sejumlah burung ababil yang membawa batu panas menyerang pasukan gajah Abrahah yang tengah bergerak menuju Ka’bah. Dan seperti diungkap di Kitab Suci, Abrahah beserta pasukan gajahnya pun musnah seperti dedaunan yang dimakan ulat.
Poin saya ada di dua hal. Sebagai pemimpin, Abdul Muthalib menaruh perhatian penuh pada harta-benda yang menjadi hak warganya. Di sisi lain, segala sesuatu yang ‘properti’ Allah, ada Pembela tersendiri. Tidak perlu pembelaan yang berlebihan sampai harus menggelar pasukan ...
Mungkin saya salah, sehingga saya masih terus belajar. Kalau ada yang punya argumen beda, silahkan menulis komentar. Kita diskusi ya


Comments