The Power of Unreasonable People


Muhammad Yunus yang ini memang bukan orang biasa. Lahir dari keluarga yang mapan secara ekonomi, dia menyelesaikan pendidikan ekonominya di Bangladesh. Karir awalnya dimulai sebagai dosen di Chittagong College. Beasiswa fullbright membawanya melanjutkan pendidikan di Universitas Vanderbilt Amerika Serikat sampai memperoleh gelar PhD. Ketegangan di negaranya membuatnya bertahan di negeri Paman Sam, sebagai asisten profesor di Middle Tennessee State University in Murfreesboro, Tennessee.
Prihatin dengan kemiskinan yang terjadi di negerinya seusai memisahkan diri dari Pakistan, Yunus kembali ke negerinya. Walau sempat duduk sebagai staf perencanaan pemerintahan, dia lebih nyaman dengan aktivitas sebagai akademisi di Universitas Chittagong. Dengan dibantu para mahasiswanya, Yunus turun langsung melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan di negerinya.
Demi membumikan ilmunya, Yunus banting setir, dari ekonom menjadi bankir. Itu dilakukan untuk melepaskan warga miskin Bangladesh dari jeratan rentenir, yang mematok bunga 10 persen per minggu kepada para nasabahnya. Bunga tinggi itu yang membuat 42 orang miskin yang ditemuinya, tidak mampu membayar hutang pokok sebesar USD 27. Dengan uangnya sendiri, Yunus membayarinya. 'Betapa mudahnya menjadi malaikat!' pikir Yunus.
Bukan malaikat pembayar hutang seperti itu yang diinginkan Yunus. Dia berpikir lebih jauh lagi : bagaimana orang-orang miskin bisa mengakses bank untuk mendapatkan pinjaman, yang bisa digunakan untuk membangun bisnis. Adakah bank yang bersedia memberi pinjaman kepada orang-orang miskin, yang tidak punya aset secuil pun?
Tidak satu pun yang percaya! Yunus pun menjaminkan gajinya sebagai profesor untuk sejumlah pinjaman, yang dialokasikannya untuk memodali usaha kaum papa di negerinya. Postulatnya sederhana : Everybody is born with the same potential, but not everybody lives in environment that enables them to unleash their true potential. Setiap orang lahir dengan potensi yang sama, tetapi tidak setiap orang hidup di lingkungan yang mendukungnya memunculkan potensi itu. Dan yang dikerjakan Yunus adalah memberikan lingkungan yang mendukung itu.
Idenya membangun Grameen Bank (gram dalam bahasa Bengali berarti desa atau pedesaan) terus bergulir. Pinjaman modal usaha diberikan kepada kaum perempuan, dengan sistem tanggung renteng, yang konon diadopsi Yunus setelah belajar di Malang, Jawa Timur. Yunus pun memberikan pembekalan ilmu bisnis kepada para calon nasabah Grameen Bank. Walau secara resmi Grameen Bank berdiri 1983, aktivitasnya sudah berlangsung jauh sebelum itu.
Grameen Bank terus bergulir. Pesimisme publik dijawabnya dengan prestasi. Kredit macet bank ini di negeri Bangla, jauh lebih rendah dibanding bank komersial. Yunus seolah membuktikan bahwa dua jenis manusia yang dianggap paling lemah, - perempuan dan orang miskin, justru merupakan mitra bisnis terpercaya.
Sejarah pun tertoreh dengan tinta emas. Tahun 2006, Yunus menerima hadiah Nobel Perdamaian, atas jasanya merevolusi perekonomian rakyat miskin. Bagai bola salju, Grameen terus bergerak, untuk mengatasi masalah sosial lain di Bangkadesh. Bersama perusahaan multinasional asal Perancis, Yunus mendirikan Grameen-Danone, untuk mengatasi kasus-kasus kurang gizi pada anak-anak.
Perjalanan Yunus dan Grameen Bank diabadikan oleh John Elkington dkk dalam bukunya The Power of Unreasonable People. Yunus telah mewujudkan petuah George Bernard Shaw untuk memaksa dunia mengadaptasi dirinya. The reasonable man adapts himself to the world; the unreasonable one persists in trying to adapt the world to himself. Therefore all progress depends on the unreasonable man.


Comments