Miris

Tahun-tahun belakangan ini, saya semakin miris melihat banyak orang yang semakin mengedepankan emosi (termasuk dalam hal keagamaan) dan meletakkan akhlak di antrian paling belakang. Satu contoh, saat malam takbiran tahun saya menyaksikan seorang yang saya yakin cukup berilmu, membentak seorang kawan yang kurang fasih melantunkan lafadz-lafadz pujian. Kawan saya menyebut walillaahil hamd dengan walillaah ilham. Kawan saya itu, juga agak cadel, sehingga kurang fasih membedakan bunyi huruf tsin, sin, syin atau shad.
Dengan lantang, di hadapan beberapa orang kawan lain, orang yang tinggi ilmunya ini mengatakan, ‘bacaanmu itu salah. Yang benar itu begini begini ... jangan membenarkan sesuatu yang menjadi kebiasaan, tapi mulailah membiasakan sesuatu yang benar.’ Kawan saya itu, yang bacaannya kurang benar tadi, akhirnya memilih pulang ...
Ada beberapa keberatan saya. Pertama, teguran itu bisa dilakukan one on one, tidak di hadapan orang lain. Kedua, kesalahan pengucapan itu bukan semata-mata karena yang bersangkutan abai terhadap kaidah pengucapan lafadz-lafadz berbahasa Arab, tetapi ada juga kontribusi dari ‘fisik’ yang kurang sempurna. Tapi tentu saja, pilihan kawan saya yang cadel tadi untuk pulang, tidak bisa dibenarkan juga. Untuk hal-hal yang tidak physically, dia harus terus belajar.
Ternyata di masa kehidupan kanjeng Nabi, beberapa sahabat yang notabene bukan keturunan Arab, juga kurang fasih melafadzkan kalimat berbahasa Arab. Tapi respon kanjeng nabi tidak seekstrim orang yang berilmu yang saya ceritakan di atas. Bilal bin Rabah, seorang sahabat yang keturunan Afrika, pernah diprotes oleh beberapa sahabat lain, karena dipilih sebagai muadz-dzinur rasuul. Pasalnya, Bilal cadel, sehingga kerap membaca huruf syin dengan sin.
Kala itu, Rasulullah tidak mengganti orang pilihannya. Beliau malah bilang begini. Pokoknya, jika kalian mendengar Bilal mengucap sin, padahal seharusnya syin, ketahuilah bahwa itu maksudnya syin.
Mungkin kalau dalam bahasa Gus Dur, gitu aja kok repot?
Duuuuuh jadi kangen keduanya ...

Comments