Menebar Kurban, Menabur Manfaat

Kurban pada mulanya adalah perintah Tuhan kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan anaknya, Ismail.  Keikhlasan kedua ayah dan anak itu berbuah manis.  Tuhan mengganti sang putra yang kemudian juga menjadi nabi itu dengan seekor domba yang gemuk.  Kini, sejarah itu diabadikan oleh umat Islam sebagai ritual kurban.

 

Tetapi kurban bukan hanya tentang keikhlasan mengorbankan milik terbaik kepada Tuhan.  Solidaritas kepada kaum terpinggirkan, adalah nuansa penyelenggaraan kurban dari masa ke masa.  Daging hewan kurban dengan sengaja terutama dibagikan kepada kaum papa, yang memang jarang menikmati kelezatannya.  Harga daging yang memang terbilang mahal, membuat isi kantong mereka tidak mampu sering-sering membelinya.

 

Seperti di negara-negara lain yang berpenduduk Muslim, tradisi kurban pun dilakukan di Indonesia.  Sapi, kerbau, domba dan kambing, yang biasa disembelih pada ritual itu, adalah sumber bahan makanan bergizi.  Sama dengan yang banyak terjadi di negeri-negeri lain, konsumsi protein hewani di kalangan masyarakat kelas bawah sangatlah rendah.  

 

Walaupun rerata Angka Kecukupan Gizi protein hewani saat ini sudah mencapai 21,8 gram/kapita/hari, yang berarti sudah melebihi target sebesar 16,5 gram/kapita/hari, isu kesenjangan konsumsi protein hewani masih menghantui.  Riset-riset menunjukkan bahwa konsumsi daging relatif tinggi di kawasan perkotaan.  Sebaliknya, di kawasan pedesaan, di mana sumber protein hewani banyak diproduksi  konsumsinya malah cenderung rendah.  Nilai rerata konsumsi tidak memberikan informasi yang memadai tentang kesenjangan yang terjadi.

 

Tak banyak yang menyadari, kesenjangan itu juga terjadi pada distribusi daging kurban di Indonesia.  Lantaran orang cenderung melakukan kurban di dekat tempat tinggalnya, sementara ada pemusatan sosial-ekonomi di masyarakat, maka terjadi kesenjangan dalam ketersediaan daging kurban.  Di Jawa saja, ada tempat-tempat yang mengalami surplus, sementara tempat-tempat lain mengalami defisit.  Hal ini terkait dengan jumlah kurban dan jumlah masyarakat miskin yang membutuhkannya.    

 

Potensi surplus terbesar didominasi daerah perkotaan di Jawa, antara lain Jakarta (24 ribu ton), Bandung (6 ribu ton), Surabaya dan Bekasi (5 ribu ton) serta Depok dan Tangerang (3 ribu ton). Di sisi yang berseberangan, potensi defisit kurban terjadi kawasan pedesaan di beberapa kabupaten, yaitu Cianjur (-2 ribu ton), Jember (-1.600 ton), Garut (-1.500 ton), Grobogan  dan Brebes (-1.300 ton) serta Cirebon dan  Probolinggo (-1.200 ton).

 

Berdasarkan data itulah, program Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa (DD) berkehendak melakukan pemerataan.  Hewan kurban yang dipercayakan oleh para donatur, disembelih di kantong-kantong kemiskinan dan didistribusikan di sana.  Untuk tahun 2020, THK menargetkan 30.000 ekor domba/kambing dan 1.000 ekor sapi untuk didistribusikan di seluruh wilayah Indonesia.

 

Menariknya lagi, hewan-hewan kurban yang disembelih pada ritual itu, pun dipelihara di lokasi yang berdekatan dengan wilayah distribusi.   Para peternak kecil yang menjadi mitra pengadaan hewan kurban, digelontori modal sebelum memulai usaha peternakannya.  DD bertindak sebagai pembeli dari seluruh ternak yang dipelihara.  Modal diberi, hasilnya dibeli.  Nyaris tanpa risiko.

 

Dari mana dana untuk memodali peternak?  Walaupun penghimpunan dana Zakat, Infak dan Sedekah DD sangat besar, tidak ada yang dialokasikan ke sana.  Dananya berasal dari dua perusahaan rintisan investasi di tanah air.  Konsekuensinya, ada bagian keuntungan yang dialokasikan untuk kedua perusahaan.  Walaupun begitu, keuntungan terbesar tetap menjadi bagian para peternak.

 

Para pekurban pun mendapat keuntungan, karena hewan kurban yang mereka beli harganya lebih murah.  Dibandingkan tahun lalu, harga domba/kambing tahun ini lebih murah sekitar Rp400.000. Demikian pula apabila dibandingkan dengan harga pasar.  Di era Covid-19 saat ini, penghematan sebesar itu tidak bisa dipandang remeh.  Di sisi lain, itu berarti dengan jumlah uang yang sama DD bisa memberikan nutrisi yang lebih banyak untuk kelompok masyarakat miskin.

 

Sebagai perusahaan sosial, DD melakukan beragam inovasi hingga bisa memberikan harga yang lebih baik, dengan tetap mengutamakan keuntungan untuk para peternak.  Dengan memelihara, memotong, dan menebar kurban di wilayah yang berdekatan, DD juga membangun klaster bisnis lokal.  Dengan begitu juga, kurban DD bisa menurunkan emisi yang biasanya tinggi lantaran pengangkutan hewan kurban sejauh ratusan kilometer.  Dan, seluruh keuntungan yang didapatkan dari program tersebut pun diinvestasikan kembali untuk capaian program yang lebih besar di tahun mendatang.

 

Telah dimuat di harian Kontan, 23 07 2020


Saya tulis artikel ini bersama mas Jalal – Pendiri dan Komisaris, Perusahaan Sosial WISESA

Comments