Kabar Baik dari Buton Utara

Pandemi COVID-19 membuat seluruh dunia serasa lesu. Berita-berita perekonomian didominasi oleh turunnya angka pertumbuhan, meningkatnya pengangguran, dan gambaran muram lainnya. Tapi sesungguhnya ada sektor- sektor perekonomian yang malah menunjukkan kemajuan lantaran produk- produknya terus atau bahkan makin dicari. Salah satu sektor yang seharusnya terus berjalan adalah pertanian.

Pertanian, sebagai sumber beragam keperluan manusia, terutama pangan, sudah sepantasnya tidak turun. Kebutuhan esensial manusia akan pangan seharusnya membuat sektor ini kebal terhadap berbagai resesi. Tetapi, pada kondisi normalpun pertanian menghadapi banyak tantangan. Ketika krisis, para petani bisa kehilangan pembeli yang tak mampu membayar, tidak bisa mendapatkan akses atas saprodi, dan beragam persoalan lainnya.

Oleh karena itu, perhatian kepada sektor ini semestinya memang diberikan atas seluruh rantai nilainya, dengan penerima manfaat utama, yaitu petani, sebagai fokus perhatian. Kalau pertanian tak bisa menjamin kesejahteraan petani, maka mereka cenderung akan mengurus pertanian secara sambilan atau bahkan meninggalkannya.

Buton Utara menyentak perhatian Indonesia ketika pada tanggal 10 Mei lalu mengabarkan ekspor perdana kopra putih ke Tiongkok. Hal yang sangat menarik perhatian adalah bahwa yang melakukan ekspor tersebut adalah Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) Kabupaten Buton Utara. Bumdesma adalah kumpulan badan usaha milik desa (bumdes) yang ada di kabupaten itu. Biasanya, ekspor dilakukan oleh lembaga swasta yang membeli produk petani, yang membuat keuntungan di tingkat petani menjadi kecil atau bahkan nihil.

Dengan ekspor yang dilakukan oleh Bumdesma itu, maka harga yang diterima oleh petani kopra putih ada pada Rp1.200/kg. Sangat berbeda dengan yang biasanya diterima kalau dijual di tingkat lokal, yaitu Rp500/kg. Hal ini dimungkinkan karena mitra yang membuat ekspor tersebut menjadi mungkin adalah Codiac dan Inacom. Kedua organisasi pemberdayaan petani dan perdagangan komoditas pertanian ini memang berbeda dengan kebanyakan

perusahaan swasta. Mereka punya idealisme untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui teknologi informasi dan jejaring yang mereka miliki.

Hasilnya adalah ekspor perdana itu, yang juga didukung oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kalau ekspor perdana ini ‘hanya’ mengapalkan 12 ton kopra putih, pada bulan-bulan berikutnya disiapkan volume yang lebih tinggi lagi, yaitu 100 ton per bulan. Ini akan membuat Bumdesma mendapatkan Rp1,2 miliar per bulan.

Tetapi, kabar baik dari Buton Utara bukanlah sekadar dari ekspor kopra putih itu. Buton Utara adalah kabupaten yang warganya selama 400 tahun terakhir tetap melestarikan cara-cara pertanian tradisionalnya. Hal ini membuat banyak sekali produk pertanian mereka dengan mudah mendapatkan label organik. Di masa sekarang, dengan kesadaran kesehatan konsumen yang semakin tinggi, label tersebut membuat para petaninya mendapatkan harga jual yang lebih baik.

Ketika para pendamping yang memiliki idealisme meningkatkan kesejahteraan petani datang ke sana, tak perlu lagi mereka berusaha keras menyingkirkan pestisida dan pupuk kimiawi. Mereka bisa berkonsentrasi pada meningkatkan keterampilan pascapanen, membuat packaging yang sehat dan menarik, mendampingi sertifikasi organik, dan menghubungkannya dengan pasar yang mengapresiasi produk yang baik itu dengan harga yang pantas.

Ada 10 jenis beras di Buton Utara yang kini sudah mendapatkan sertifikat dari Organik Indonesia. Itu mencakup sekitar 1.000 hektare lahan. Beras Merah Wakawondu, Beras Coklat Warumbia, Beras Hitam Wakombe, dan Beras Putih Wakacinda adalah 4 di antara 10 yang telah mendapatkan sertifikat organik itu. Sebagai kabupaten penghasil kelapa, produk VCO dan minyak goreng bermerk Ereke juga mereka pasarkan. Sama dengan kopra putih yang dihasilkan dengan teknologi solar dry dome, VCO dan minyak goreng yang dihasilkan oleh beberapa bumdes ini juga bermutu tinggi.

Produk andalan Buton Utara lainnya adalah kacang hijau organik bermerk Kona, dan kacang mete. Produk yang disebut terakhir ini dihasilkan oleh sekitar 6.000 hektare lahan di sana. Sebuah perusahaan pengolahan kacang mete di Eropa, Nuts2, telah datang ke Buton Utara pada Februari 2020 dan menandatangani kesepakatan ekspor 100 ton mete per bulan. Perusahaan ini pula yang akan mendampingi para petani untuk memastikan kualitas tingkat dunia bisa dihasilkan.

Demikianlah, apabila sebuah daerah penghasil pertanian bertemu dengan para pendamping yang memiliki idealisme menyejahterakan petani, dan seluruh rantai nilai dikelola dengan benar, maka kabar baik bisa dihasilkan, bahkan di tengah krisis sekalipun. Ada banyak tempat di Indonesia yang kondisinya seperti Buton Utara, dan mereka menunggu uluran tangan para pendamping yang idealis. Kalau pertemuan itu terjadi, kabar-kabar baik tentang sektor pertanian akan terus bisa kita dengar dari seantero Indonesia.

Telah dimuat di harian Kontan, 14 05 2020

Saya tulis artikel ini bersama mas Jalal – Pendiri dan Komisaris, Perusahaan Sosial WISESA


Comments