Satu Model Bisnis Sosial atau Lebih?

Sudah beberapa kali kami mendapatkan pertanyaan, apakah dalam satu bisnis sosial sebaiknya hanya ada satu model atau unit bisnis, atau bisa beberapa sekaligus? Kalau pertanyaan itu diajukan untuk perusahaan komersial, kita sudah mengetahui jawabannya. Banyak sekali perusahaan komersial yang telah sukses menjalankan bisnis dengan beberapa model atau unit bisnis. Tapi, ketika ditanyakan untuk perusahaan sosial, jawabannya perlu pemikiran lebih mendalam.

Mungkin lantaran bisnis sosial adalah fenomena yang relatif baru dibandingkan bisnis komersial, maka kasusnya belum banyak. Secara sepintas, dari berbagai kasus bisnis sosial paling terkenal, jelas juga bahwa kebanyakan memiliki satu saja model bisnis. Kekecualiannya adalah salah satu bisnis sosial paling terkenal, Grameen. Jelas, Grameen mulai dari Grameen Bank yang sangat terkenal itu. Tetapi, berikutnya kita mengetahui adanya Grameenphone dan Grameen Danone. Artinya, walaupun sebagian besar bisnis sosial memiliki satu saja model atau unit bisnis, sebetulnya mungkin saja untuk memiliki lebih dari satu.

Heiko Gebauer dari Department of Business Innovation, Eawag, Dübendorf, Swiss bersama beberapa rekannya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana kondisi perusahaan sosial yang memiliki lebih dari satu model bisnis. Dalam artikel yang mereka tulis, When One Business Model is Not Enough for a Social Business yang dipublikasikan di jurnal Strategic Decision, Vol. 33/1 2017, mereka memotret sebuah perusahaan sosial Sustainable Organic Integrated Livelihoods (SOIL), yang tadinya hanya mengurusi sanitasi setelah bencana alam di Haiti, namun berubah menjadi perusahaan dengan empat model bisnis.

Model pertama, SOIL Donation, meneruskan pekerjaan mereka memberi pelayanan sanitasi yang terjangkau kepada keluarga-keluarga miskin. Sejak awal, model ini memanfaatkan donasi dari mereka yang terpanggil untuk membantu masyarakat Haiti. Lantaran SOIL sangat terpercaya, maka seluruh biaya infrastrukturnya tercukupi dari donasi ini.

SOIL EkoLakay adalah model kedua. Kalau model pertama banyak membantu masyarakat di pedesaan, model kedua ini memfokuskan diri untuk melayani masyarakat di perkotaan. Berbeda pula dengan yang pertama, masyarakat di pemukiman kumuh perkotaan sesungguhnya memiliki kemampuan membayar, walaupun dengan cicilan. Oleh karena itu, SOIL memberikan kesempatan kredit untuk membangun toilet di rumah-rumah tangga yang menginginkannya. Lebih jauh, mereka juga menyediakan jasa pengumpulan limbah organik, termasuk dari toilet-toilet yang mereka jual.

Model ketiga adalah SOIL EkoMobil. Sebagaimana namanya, jasa SOIL pada model ini adalah solusi sanitasi bergerak. Wujudnya adalah toilet umum yang bisa dipindah-pindahkan untuk melayani festival atau acara-acara lain di mana banyak orang berkumpul dan membutuhkan toilet dalam jumlah besar. Lagi- lagi, limbahnya juga dikumpulkan dan diolah.

Hasil dari model bisnis kedua dan ketiga adalah SOIL Konpòs Lakay, model keempat, yang mengolah seluruh limbah organik yang mereka kumpulkan menjadi kompos, lalu menjualnya kepada para petani yang membutuhkan pupuk organik. Kompos tersebut terbukti meningkatkan kesuburan lahan, meningkatkan produktivitas para petani, dan juga pendapatan per hektare.

Apa yang kemudian dipelajari Debaeur dkk sangatlah penting. Bagaimanapun, setiap model bisnis perlu dihitung biaya dan manfaatnya. Model bisnis pertama—yang sebetulnya bukan bisnis, melainkan donasi—sangat penting lantaran menutup kebutuhan biaya, yang kemudian bisa dipergunakan untuk membangun model kedua hingga keempat. Tetapi, setiap model itu sendiri harus tetap dilihat secara mandiri, karena perlu menjadi penghasil keuntungan bagi perusahaan, selain pembawa manfaat sosial bagi pelanggannya.

Kalau dasar itu diterima, baru kemudian peningkatan dan pertumbuhan bisa diharapkan. Jelas, kalau ada satu saja model bisnis yang merugi, maka dia akan menggerogoti keuntungan perusahaan, dan juga menurunkan kemampuan SOIL memberikan manfaat. Dan, sebagaimana yang bisa dilihat pada model keempat, penciptaan sinergi akhirnya dimungkinkan.

Contoh dari SOIL ini memberikan gambaran bahwa jalan untuk meningkatkan manfaat sebuah perusahaan sosial bisa saja dengan membuat beberapa model atau unit bisnis dalam satu perusahaan. Perusahaan sosial dengan satu model bisnis tentu bisa memerbesar penerima manfaatnya. Tetapi, kalau pilihannya

adalah memiliki lebih dari satu model bisnis, tentu penerima manfaatnya bisa menjadi beragam, selain menjadi lebih besar jumlahnya.

Telah dimuat di harian Kontan, 27 04 2017

Jalal – Pendiri dan Komisaris
Zainal Abidin – Pendiri dan Direktur Utama Perusahaan Sosial WISESA

Comments