Walmart VS Malden Mills




Setiap kali Walmart membuka usahanya, rata-rata ada 100 toko setempat bangkrut, yang kebanyakan adalah usaha keluarga yang telah melayani masyarakat selama puluhan tahun. Bahkan ada beberapa yang melampaui beberapa generasi.  Menurut Forbes, konsep Walmart itu jelas dan sederhana : Dirikan toko dengan dengan potongan harga di kota-kota kecil dan daerah pedesaan yang masing-masingnya cukup besar untuk mematikan perusahaan lain. Seorang wartawan majalah Fortune yang selama seminggu berkeliling bersama Sam Walton dengan tujuan membuat artikel inti bagi majalahnya, memberikan penilaian sebagai berikut : Dan akhirnya, inilah paman Sam yang kejam dan buas, yang mengancam setiap pesaing, bagaimanapun ukurannya, bentuk dan potongannya, dan dia berbahagia menembak jatuh semua saingannya itu dari langit seperti burung yang tidak berdaya.

 

Betul bahwa Walmart membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.  Di sisi lain Walmart memaksa sekian banyak pengecer kecil bangkrut, dan setidaknya menghilangkan 1,5 pekerjaan untuk setiap satu pekerjaan yang diciptakannya.  Lagi pula, gaji yang diberikan Walmart rendah sekali.  Meskipun ia selalu menyembunyikan angka sesungguhnya, ia menggunakan pekerja paruh waktu yang cukup banyak dan menghindari biaya tambahan. Sedikit saja penjualan di tokonya berkurang, dia akan mencetuskan pengangguran. Untuk mengurangi biaya, para manajer diinstruksikan memulangkan buruh yang dibayar per-jam sesegera mungkin,     jika tak ada lagi kegiatan bagi mereka.

 

Menurut sang jurnalis, begitu pesaing rontok semua, dan penduduk setempat tidak mempunyai alternatif untuk membeli kebutuhan harian mereka, Walmart menarik kembali hampir semua iklan lokalnya dan menaikkan harga. Ada beberapa kota yang menderita hantaman mematikan selanjutnya, yaitu ketika Walmart kemudian memutuskan untuk membuka pusat perdagangan baru yang dahulunya dilayani oleh dua atau lebih Walmart lama, yang berukuran lebih kecil.  Toko kecil sudah tutup, kota kehilangan kawasan perdagangan, kemudian kehilangan lapangan kerja, dan pajak.  Lagi pula, karena toko-toko setempat telah gulung tikar, masyarakat tidak mempunyai pilihan lain.  Mereka terpaksa berkendara sejauh lima puluh kilometer atau lebih ke tempat di mana toko itu berdiri.

 

Kini, mari kita berpindah pada kasus yang amat berlawanan dengan itu, yaitu kasus Malden Mills, dengan pemilik dan pengurusnya, Aaron Feuersteen.  11 Desember 1995, terjadi kebakaran hebat di pabrik Malden Mills di Lawrence, Massachussetts. Ketika itu sebagian besar perusahaan tekstil di kawasan timur laut Amerika Serikat, telah pindah ke bagian selatan, atau ke luar negeri, yang lebih rendah gajinya.  Di seluruh negeri, perusahaan yang amat besar keuntungannya pun telah merasionalisasi pekerjanya untuk memoles basis keuangan perusahaan.  Jadi ketika Feuersteen mengundang para pekerjanya untuk datang ke suatu rapat di ruang olahraga sekolah menengah di Lawrence, mereka segera menduga yang bukan-bukan. Namun apa yang benar-benar dilakukan Feuersteen malam itu telah menjadikannya pahlawan di Lawrence, dan menjadi salah satu tokoh dunia bisnis yang paling dihormati di dunia.

 

Hari itu Feuersteen mengumumkan bahwa ia akan membangun pabrik itu kembali, tetap membayar gaji seluruh buruh untuk kurun waktu sembilan puluh hari berikutnya, dan berjanji sepenuh hati, bahwa para buruh akan memperoleh kembali pekerjaannya setelah pabrik itu dibuka kembali, atau dilatih untuk pekerjaan yang baru.  Selanjutnya, di samping membayarkan gaji mereka untuk bulan Desember, masing-masing buruh akan menerima $ 275 sebagai bonus hari Natal. Ia menepati janji-janjinya berkenaan dengan gaji dan pekerjaan, dan pabrik itu dibangun kembali dengan standar yang paling tinggi, dengan kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya.  Selanjutnya pabrik itu beroperasi kembali dengan cara yang amat menguntungkan.

 

Rasa kemanusiaan Feuersteen itu telah membebaninya dengan pengeluaran sebesar $ 15 juta dalam bentuk gaji yang dibayarkan kepada buruh yang tidak bekerja ketika pabrik itu dibangun kembali dari reruntuhan.  Sebagaimana dikemukakannya kepada seorang penulis majalah Life, malam itu ia berpikir, para buruh itu bergantung kepada saya. Masyarakat bergantung kepada saya. Para nasabah saya bergantung kepada saya. Juga keluarga saya. Karenanya, baginya itu putusan yang gampang sekali. Sebagaimana disimpulkan majalah Life : Jika masyarakat, buruh berikut anggota keluarganya, memperhatikan tindak-tanduknya, maka ia tidak memiliki pilihan selain melakukan tindakan yang benar.

 

Peter Jenning mendapuknya menjadi Tokoh Minggu Ini.  Tom Brokaw menjulukinya Orang Suci.  Bill Clinton menceritakan kisahnya dalam suatu pidato kenegaraan tahunan. Dalam setiap kesempatan, para wartawan dan politisi mengemukakannya sebagai contoh untuk menjadikan bisnis sebagai lembaga yang manusiawi.  Sebuah harian menjadikannya kisah utama dengan judul: Jenis Perusahaan Baru Sedang Muncul dimana Pemimpinnya Mendahulukan Prinsip daripada Keuntungan.

 

Kasus ini membuktikan bahwa bisnis bisa menjadi lembaga yang manusiawi.  LA Times melakukan kesalahan besar ketika mengatakan bahwa jenis perusahaannya itu ‘BARU’.  Sebaliknya, Malden Mills termasuk jenis kelompok usaha yang sudah amat tua dengan nilai-nilai masyarakat model lama, yang memilih untuk menantang praktek  model-model usaha yang lebih baru, yang mendahulukan keuntungan daripada manusia dan prinsip.  Memang New Hampshire Review mencatat bahwa hampir seabad sebelumnya, perkampungan pabrik itu juga telah dihancurkan oleh kebakaran serupa dan ‘sebelum barapuing itu menjadi dingin, pemilik pabrik telah memanggil tukang batu dan memulai pembangunan pabrik kembali. Tidak ada orang yang terlalu lama berpikir, karena pabrik harus segera beroperasi kembali dan penduduk setempat harus terus bekerja.

 

Kasus Malden Mills memang bukan perintis kapitalisme global, tetapi adalah tonggak kenangan lama, dari apa yang sejak dahulu dianggap sebagai cara yang semestinya: sebuah bisnis di masa lalu yang prinsip-prinsipnya hampir dilupakan di masa kini.


Comments

Post a Comment