Islam Agama Keberlanjutan


“Jika esok kiamat terjadi dan salah seorang di antara kalian memegang satu bibit pohon kurma, lalu ia mampu menanamnya sebelum bangkit berdiri, hendaklah ia bergegas menanamnya.”


Hadits ini sudah berkali-kali saya baca dalam berbagai konteks, tetapi ketika mulai mengenal wacana pembangunan berkelanjutan, saya melihat visi besar agama Islam dalam sustainable development. Dalam kondisi mau kiamat, yang efeknya mematikan semua makhluk hidup tanpa kecuali, menanam pohon harus tetap dilakukan. Dahsyat sekali.


Dalam pembangunan berkelanjutan, pohon memang menempati peran kunci sebagai pengendali iklim. Emisi karbon dari berbagai peralatan modern, hampir selalu dikonversi dengan jumlah pohon yang harus ditanam. Pohon merupakan salah satu senjata yang ampuh untuk mengurangi global warming. Satu pohon saja bisa menyerap 1 ton karbon selama hidupnya.


         *     *     *     *     *


Dunia saat ini, secara perlahan tapi pasti, sedang bergerak ke arah kehancuran. Perubahan iklim semakin ekstrim. Penebangan pohon tak terkendali, juga pembakaran hutan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek terbukti berpengaruh besar terhadap peningkatan suhu bumi. Kerusakan lingkungan menjadi akibat selanjutnya. Di sisi lain, jurang antara kaya dan miskin semakin tak terjembatani. Wabah penyakit, bukan perkara mudah untuk ditangani.


Bulan September 2000, 189 negara bersepakat untuk menandatangani Millennium Development Goals (MDGs) yang berisi delapan butir tujuan bersama untuk dicapai pada tahun 2015, yaitu (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua, (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) Menurunkan angka kematian anak, (5) Meningkatkan kesehatan ibu, (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, (7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.


Memperhatikan dengan seksama hasil-hasil MDG's 2000 - 2015, 2 Agustus 2015 193 negara bersepakat untuk melanjutkan MDG's dengan akai SDG's (Sustainable Development Goals) yang secara aklamasi mengadopsi dokumen ”Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development” atau ”Transformasi Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan."


SDGs bertolak dari 5 pondasi yaitu (1) manusia, (2) planet, (3) kesejahteraan, (4) perdamaian, dan(5) kemitraan untuk mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 yaitu (1) mengakhiri kemiskinan, (2) mencapai kesetaraan dan (3) mengatasi perubahan iklim. Untuk itu, disusun 17 Tujuan global yaitu : (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, (4) Pendidikan Berkualitas, (5) Kesetaraan Gender, (6) Air Bersih dan Sanitasi, (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak, (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur, (10) Mengurangi Kesenjangan, (11) Keberlanjutan Kota dan Komunitas, (12) Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab, (13) Aksi Terhadap Iklim, (14) Kehidupan Bawah Laut, (15) Kehidupan di Darat, (16) Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian, dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.


Terlebih ketika lembaga ISO mengeluarkan ISO 26000 dengan ruang lingkup tanggung jawab sosial yang mencakup tata kelola organisasi, HAM, praktik tenaga kerja, operasi bisnis yang adil, isu konsumen, lingkungan hidup, serta pelibatan dan pengembangan komunitas. 


Menilik item-item yang tercantum dalam MDG's yang kemudian dikembangkan menjadi SDG's, dan juga ISO 26000, tidak bisa disangsikan lagi bahwa nilai-nilai Islam termaktub di dalamnya. Keyakinan saya bertambah tebal. Islam adalah agama keberlanjutan. 


Perhatikan kutipan ini. "Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka' (QS. 4 : 190-191)". Allah menciptakan manusia dan makhluk lainnya, tidak sia-sia. Untuk apa?


"Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah’. Berkata mereka, ‘Apakah Engkau hendak menjadikannya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji dan memuliakan Engkau?’ Dia berkata, ‘Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui' (QS. 2 : 30)". Tegas dinyatakan bahwa manusia adalah wakil Allah di bumi. WakilNya untuk sebuah amanah yang sangat besar : alam semesta.


Yusuf Qardhawy, salah seorang ulama kontemporer, memiliki teori al-Istishlah (kemaslahatan). Artinya, bahwa Allah menyerahkan alam ini kepada manusia dalam keadaan baik. Sepanjang manusia menjaga keseimbangan ekologisnya, maka kondisi alam akan tetap baik. Ini berarti bahwa pemanfaatan alam beserta isinya bukan bersifat habis pakai, tetapi berkelanjutan untuk umat manusia sampai akhir zaman. Apa yang ada dalam SDGs dan ISO 26000, adalah dalam konteks ini.  "Dan janganlah kamu menuruti perintah orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak melakukan perbaikan" (26 : 151-152).


Islam sebagai agama keberlanjutan, tak bisa dibantah. Di sisi lain, perilaku umatnya ternyata tidak kompatibel dengan pesan itu. Amanah itu telah disalah-gunakan manusia. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS. 31 : 41).”


Akibatnya? Paper Rehman dan Askari tentang peringkat negara-negara dalam indeks Islamisitas, Indonesia bertengger di peringkat 140. Peringkat pertamanya justru bukan negara dengan penduduk mayoritas muslim, New Zealand. Negara dengan mayoritas penduduk muslim hanya berada pada urutan antara 100 - 200. Dalam paper terbarunya tentang peringkat ekonomi Islam, Indonesia ada di peringkat yang lebih baik, 104. Malaysia berada di urutan ke 33,tertinggi di antara negara berpenduduk mayoritas muslim. Irlandia, negara yang mayoritas katolik, ada di peringkat pertama. Di survei lain, negeri ini juga mendapat peringkat utama dalam kategori kenyamanan beribadah.


Data ini hasil penelitian dengan metodologi ilmiah. Tidak perlu dibantah dengan teori konspirasi, sekaligus menumpukan kesalahan pada pihak-pihak luar sebagai upaya mereka mendiskreditkan umat Islam. Sekali lagi, inilah bahan untuk introspeksi, untuk membuat nilai-nilai luhur Islam kompatibel dengan perilaku para pemeluknya.


Fitri (2014) menemukan bahwa tidak ada korelasi antara perilaku keberagamaan dengan kesadaran menjaga lingkungan. Walaupun penelitian ini dilakukan di Pidie, NAD, tapi sedikit banyak bisa digeneralisasi ke dunia Islam secara umum. Rasanya lebih mudah mencari kota-kota yang bersih di dunia barat dibanding negeri-negeri mayoritas muslim. Padahal betapa indahnya sebuah hadits Nabi : "Kebersihan adalah sebagian dari iman."


Adalah suatu idiom yang boleh jadi dianggap sebagai kebenaran, bahwa apapun kegiatannya, apabila dilakukan atas sandaran keagamaan, akan dianggap benar. Maka terjadilah takbir keliling dengan kendaraan berknalpot memekakkan telinga, acara keagamaan dengan menyisakan tumpukan sampah dimana-mana, pergi shalat Jumat bersepeda motor tanpa helm, atau pergi haji dan membangun rumah ibadah dengan uang hasil korupsi.


Lalu bagaimana mengembalikan perilaku umat Islam agar tetap kompatibel dengan ajaran agamanya? Salah satu ushul fiqh menyebutkan bahwa sesuatu yang membawa kepada kewajiban, hukumnya wajib. Artinya, pergi haji, membangun rumah ibadah, mencetak kitab suci, merupakan kewajiban. Maka cara untuk mewujudkan kewajiban itu pun menjadi wajib. Pergi haji, harus dilakukan dengan uang yang diperoleh secara halal, bukan dari cara menzalimi orang lain. Demikian pula dengan membangun rumah ibadah. Bahkan suatu saat, saya berharap dalam waktu singkat, kita sudah mulai mempertimbangkan untuk mencetak kitab suci dengan menggunakan kertas daur ulang atau kertas yang berasal dari hutan tanaman industri yang ramah lingkungan, bukan kertas hasil penebangan hutan yang semena-mena yang berakibat pada Kerusakan lingkungan.




Comments